Dia Akan Mendatangimu

Aku menaiki tangga menuju lantai dua setelah Ibu Kost memberikan kunci kamar.  Kota Semarang memang terkenal dengan udaranya yang panas, tetapi saat ini terasa dingin sekali meskipun siang hari. Aku berhenti sebentar, memandang lorong—sisi kanan-kiri merupakan deretan kamar—yang minim cahaya. 

Semua pintu tertutup dan aku tak bertemu seorang pun, sepi. Kemarin, saat mengecek kos-kosan ini, aku sempat berpapasan dengan perempuan berjilbab yang membawa ransel besar. Perempuan itu tampak buru-buru, tetapi sempat tersenyum kepadaku. Ibu Kost bilang bahwa perempuan itu hendak mudik.

Aku berjalan menuju kamar yang terletak paling ujung. Saat memasukkan kunci ke lubangnya, aku merasakan seseorang menyentuh bahu. Aku menoleh, tetapi tak ada orang, padahal aku yakin merasakan sentuhan dingin dari tangan seseorang. Kuamati sekeliling—sepi dan tak ada suara.

***

Aku tak bisa memejamkan mata. Karena bosan, aku memutar lagu di ponsel. Alunan lagu pun mengalun, memenuhi ruangan 2.5x2.5 meter ini. Aku mengikuti lirik lagu tersebut. Namun, aku terdiam saat mendengar suara lain—suara perempuan yang mengikuti lagu di ponsel.

Aku terlonjak saat mendengar pintu yang diketuk berulang. Aku menyalakan lampu dan segera membukanya. Di ambang pintu, seorang perempuan berwajah putih berdiri sambil mendekap boneka beruang. "Hai, aku Martha. Apa aku boleh menumpang tidur di kamarmu? Kamarku bocor. Mungkin Ibu Kost lupa memanggil Pak Tukang."

Aku menatap perempuan berambut panjang itu sekali lagi sebelum menjawab. Harga sewa kos-kosan ini memang murah. Jadi, wajar kalau keadaan kamarnya kurang bagus. Eh, tapi, tunggu! Aku bahkan tak tahu kalau di luar hujan. Lagi pula, ini bulan Juni dan seharusnya tak ada hujan kecuali dalam buku kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono.

“Kau tinggal di kamar sebelah mana?”

Perempuan itu tak menjawab. Dia malah menatapku dan cukup lama perempuan itu tak berkedip.

"Baiklah. Masuklah!" perintahku kemudian karena sudah tak nyaman dengan tatapannya.

Dia masuk dan segera merebahkan badannya sambil memeluk boneka. Mungkin dia sudah sangat mengantuk. Anehnya, dia tak mengucapkan terima kasih, mungkin dia benar-benar lelah.

Untuk mengusir kebosanan, aku kembali memutar lagu. Akan tetapi, baru beberapa detik, perempuan di sampingku berbisik, “Ssstt … jangan putar lagu!”

What? Memangnya dia siapa? Dia sudah menumpang dan masih mengaturku? 

“Nanggung. Bentar lagi lagunya juga udahan.”

“Kamu nanti didatangin dia kalau putar lagu keras-keras di kamar ini.”

“Dia?” Aku mengernyit. Aku yakin perempuan itu mungkin sedang melindur.

“Ya. Dia akan mendatangimu kalau kamu memutar lagu malam-malam.”

“Dia siapa, sih?” tanyaku lagi sembari mematikan musik.

Hening. Dia tak menjawab. Barangkali, perempuan itu benar-benar kelelahan. Aku pun mencoba memejamkan mata meskipun pikiranku masih berkelana ke mana-mana. Ruangan ini benar-benar tenang, bahkan tak terdengar suara hujan. 

Paginya aku terbangun dan mendapati pintu kamar yang sedikit terbuka. Tak ada siapa pun di kamar ini selain aku. Mungkin Martha lupa menutup pintunya. Aku pun memulai rutinitas.

****

Aku selalu sampai di kos-kosan pukul 19.00 WIB. Saat melewati lorong, kulihat salah satu kamar tampak terang dan pintunya sedikit terbuka. Hanya satu kamar dan kuyakin itu ruangan Martha. 

Saat melenggang persis di depan kamar tersebut, seorang perempuan berhijab keluar dari sana dan dia bukan Martha. Dia perempuan yang kulihat beberapa hari yang lalu. Aku lantas tersenyum menyapanya. 

“Baru, ya, Mbak?” 

Aku menghentikan langkah. “Mbak tanya sama aku?”

Perempuan itu tersenyum dan menyahut, “Yaiyalah, siapa lagi. Di sini berarti cuman kita yang ngekos di tempat ini.”

Aku sedikit terkejut dengan penuturannya. Aku mengamati sekeliling, lorong yang redup dan paling ujung sana adalah kamarku dan tepat di depan pintunya seperti ada bayangan seseorang yang berdiri di sana.

“Maksudnya, Mbak?” tanyaku.

“Yang lain udah pada pindah karena udah pada lulus kuliah. Mbak kerja, ya?”

😱😱😱😱

Postingan populer dari blog ini

Kisah Pengemudi Ambulance - Part 2

Jagoan

Kisah Pengemudi Ambulance - Part 1